Saturday, March 24, 2012

Kisahku(Web DDHK)3

anita kejoraOleh Anita Sri Rahayu
Dompet Dhuafa (DD) lebih dari sekadar lembaga zakat, tapi juga lembaga pemberdayaan dan pengembangan kualitas umat.

Demikian pernah dituturkan tutor mata pelajaran ekonomi saya di SMA-Kesetaraan HK. Sang tutor saat itu menjabat sebagai General Manager Dompet Dhuafa Hong Kong (DDHK), Ustadz Abdul Ghofur, SE. Ini adalah interaksi pertama saya dengan “DD”, begitu nama akrab lembaga ini kami (BMI Hong Kong) sapa.
Saat itu saya tidak begitu tertarik ikut aktif di kegiatan DDHK –selanjutnya saya sebut “DD” saja. Bukan karena tanpa alasan, selain sibuk sekolah, saya juga belajar “computer office” di YMCA HK. Tapi ada alasan yang lebih utama, yang saya kira masih juga melekat pada kawan BMI lain saat ini yang belum kenal jauh dengan DD, saya waktu itu merasa belum “alim” (dan sampai saat ini juga belum sih…).
Semoga tulisan saya ini bisa menjadi jendela pembuka bagi kawan lain. DD tidak kaku dan otoriter. Buktinya, kreativitas saya yang masih belum “alim” ini diterima. Karena tidak semua ustadz itu harus bersorban dan berjenggot panjang bukan? Demikian juga dakwah, bisa melalui apa saja, termasuk media internet yang saat ini sudah mengglobal hingga ke sawah-sawah tempat bapak dan ibu kita “macul” atau “ngangon” kambing!

TAHUN 2010 saya bekerja di daerah Causeway Bay dan masih menjadi siswa SMA Kesetaraan (Global Indonesia Training Center/GITC HK) dan siswa Young Man Cristian Assosiation (YMCA HK).
Singkat cerita, saya mendengar info’ dari kawan lain bahwa DD akan mengadakan training tentang Penyiar dan Reporter Radio. Entah ini takdir atau kebetulan saja, saya tertarik ingin menjadi seperti Indie Barens yang “cerewet” tapi smart itu.

Meskipun jadwal kegiatan saya jelas tidak ada senggang, karena pagi harus mengikuti kelas YMCA TST yang mengharuskan 100% kehadiran sebagai syarat kelulusan. Untung jadwal GITC ‘break’ karena persiapan ujian kalau ‘gak salah.

Pagi yang cerah, tepatnya di ruang Hong Kong Art Centre itulah tempat sakral buat saya dengan dunia kepenulisan. DD memilih tempat ini sebagai sesi pertama pertemuan dengan sang trainer yang masih misteri bentuk wajah dan karakternya buat saya.

Setelah pembukaan oleh Ust. Ghofur (GM DDHK saat itu) via telepon karena ia sedang dalam perjalanan ke Cina, panitia menyampaikan agar para peserta menyiapkan buku untuk menulis materi yang akan disampaikan.

Job kerja saya waktu itu berat (baca tulisan saya sebelumnya: “Janji Seorang BMI”), hasilnya saya selalu bangun siang kalau libur, ngantuk. Tapi saya punya teman satu geng (Tati, Ari, Teh Cacih ) yang kebetulan sudah sampai ke lokasi lebih pagi.

“Teh… punten, pang milarikeun tempat calik nya (Teh.. tolong carikan tempat duduk ya),” pintaku pada teh Cacih, kawan “satu suku” (Sunda) yang kini sudah pulang dan menikah.
“Siap… Bu Lurah.. tos aya iyeu caket Tati sareng eteh da, enggal geura dongkap (Siap Bu Lurah.. udah ada kok ini dekat Tati sama saya, cepat datang ya),” jawabnya.

Bu Lurah, demikian saya biasa dipanggil kawan dekat, bukan tanpa story. Itu julukan yang saya dapat dari Pak Hayat, tutor kami saat debat masalah hukum dan kenegaraan. Intinya saya ingin jadi lurah kalau “pulkam”, hehehe…

Saat saya sampai, ruangan memang sudah penuh. Ujung mata ini melihat makhluk Tuhan yang lain dari puluhan makhluk yang telah hadir. Dia asing dan suka senyum sendiri. Duduk di pojok ruangan dengan panitia, mengenakan kaos putih pendek, berkerah lagi.
Tapi dari logat dia bicara, saya menarik kesimpulan dia orang Sunda, sama dengan saya. Kini saya sudah duduk manis, di bangku barisan kedua, hari ini berhasil mencuri waktu dari kelas YMCA pagi.
Selain cerewet, saya ini nakal. Yang penting absen di panitia DD tujuan saya agar tetap dapat kehadiran 4 kali, seperti syarat yang mereka ajukan untuk peserta yang ingin mendapat sertifikat di akhir masa training.
Training dimulai. Seperti yang sudah saya duga, makhluk asing tadi yang saya lihat di pojok ruangan adalah orang Sunda. Ternyata dia yang akan menjadi “trainer” kami. Namanya Asep Syamsul M. Romli alias ASM.Romli alias Kang Romel Tea, seorang penyiar radio di Bandung, juga trainer, jurnalis, dan dosen yang “berjiwa perpaduan antara Gatot Koco dan Cepot”. Intinya, menurut saya, dia itu bijaksana dan lucu.
Tapi pertemuan pertama kami tidak manis untuk dikenang, tapi terlalu manis untuk dibuang. Setelah penyampaian materi siaran, termasuk latihan teknik pernafasan, membuat ‘script’ siaran, membuka acara siaran, akhirnya tibalah pada “debat mulut” antara saya dengannya.

Satu per satu peserta diminta praktik menjadi penyiar –membuka sesi siaran dengan membaca teks yang telah kami buat. Tepatnya, saat kawan satu geng saya, Teh Cacih, membaca teks tersebut dengan nada Sunda yang kental banget, Kang Romel tertawa dan memberikan pengarahan bagaimana agar menjadi penyiar yang baik. Teh Cacih hanya jawab “iya-iya, muhun-muhun” saja. Kemudian saya berusaha membelanya.

“Tapi Kang, setiap manusia ‘kan punya karakter yang berbeda. Misalnya teman saya ini, cocok untuk membawakan acara yang sifatnya tidak resmi. ‘Kan tidak semua siaran itu formil, misal saat membawakan acara berita kematian, tidak mungkin kita harus lucu, begitupun saat membawakan berita bahagia kita bermuka sedih. Kenapa karakter kita yang jadi masalah?“ tanpa titik-koma saya ajukan debat pertama. Setelah itu Kang Romel “sinis” saat saya angkat tangan untuk bertanya. Takut, suka tanya yang sulit dan aneh katanya, hihihi….

“Bukan begitu, tapi kita harus bisa berusaha menguasai semua teknik siaran,” ujarnya dilanjutkan dengan penjelasan yang panjang-lebar.
romel-anita
Tati, Kang Romel, Ari, dan Saya usai pelatihan di Studio RPI Tinhau.*

HATI saya mulai menikmati dengan santai. Sepertinya menjadi penyiar itu asyik dan menjadi reporter itu menantang. Kami sempat juga menyimak contoh reportase langsung yang disampaikan rekan dari DD yang sedang memandu tour ke Guang Zhou Cina, bersama Ustadz AG.
Sempat dibuat regu. Nama regu saya yaitu “Kejora” (geng Anita, Tati, Ari, dan Teh Cacih). Narasumber pertama kami yaitu Mas Bustomi LSO, tapi tidak sukses memberikan laporan via telepon, mungkin sistem streaming RPI yang masih belum maksimal.
Saya harus ikuti jadwal YMCA juga. Jadi jika pagi ikut traning, siang saya bolos atau sebaliknya. Hingga dipertemuan training yang terakhir, tepatnya di studio Radio Perantau Indonesia (RPI) di King’s Road, Tin Hau, HK. Saya tetap harus masuk kelas YMCA pagi, tak bisa bolos, padahal saya ingin sekali punya waktu maksimal mengikuti training.
Tapi kembali ke sifat “nakal” saya, yaitu yang penting dapat absen. Akhirnya saya sempatkan pergi ke toko souvenir dekat Star Ferry TST, untuk membelikan kenangan buat sang trainer yang sering saya buat jengkel itu. Cuma buku kamus kecil bahasa Kantonis, sebagai permohonan maaf, hehehe…(buka kartu deh!).
Saya langsung meluncur di kepadatan MTR TST Tin Hau. Training sudah masuk sesi kedua, hampir saja absen saya tidak diterima. Tapi setelah saya jelaskan kelas YMCA itu harus, dan tidak boleh bolos, ditambah baca basmalah 21 kali (Itu tips dari ibu saya agar hati orang yang kita temui luluh), akhirnya absen kehadiran keempat bisa saya dapat.

Di akhir training ini saya sama sekali tidak berharap lebih karena merasa tidak maksimal, bahkan yang mendapat penghargaan atau kenang-kenangan dari panitia itu bukan saya, tapi Dewi dan Asiyah Queene. Itu nama pena mereka. Ilmu jurnalisme saya masih nol besar, sebesar harapan saya untuk bisa menjadi seperti Indie Barens.

SETELAH kepulangan Kang Romel, bukan ke rahmatullah loh, tapi ke tanah air, kami para mantan peserta yang sudah mengantongi sertifikat tidak bisa praktik di RPI, karena kinerja RPI tidak berlanjut tampaknya.
Lalu bagaimana dong ceritanya saya bisa jadi reporter website DDHK News sekarang? Jawabannya, karena aksi nyoba kirim laporan yang di awal masih kena edit 50% oleh Kang Romel.
Tapi jika berita itu sudah di-publish, saya akan bersorak sambil cubit kawan yang sedang jalan bareng, berteriak histeris: “Hey.. lihat.. lihaaat laporan saya ini dimuat!” Terus dan terus begitu, hingga hari yang bersejarah dalam hidup saya itu datang. Ciee…..!
Trainer saya ini mungkin jengkel berkelanjutan, karena bukan muridnya yang baik, justru saya yang nakal ini yang tetap berusaha untuk mengerti, mengenal, dan mempelajari lebih jauh akan ilmu yang pernah ia sampaikan.

Mungkin ini faktor ketidakmaksimalan dari diri saya dulu. Ibaratnya orang pintar belum tentu beriman dan orang beriman belum tentu pintar. Nilai iman dan kebaikan hanya Allah Swt yang tahu, seperti itu juga takdir.
Hari itu saya mendapat surat via inbox Facebookdan e-mail bahwa saya dan teman satu geng (Tati) telah diangkat menjadi reporter DDHK News, dengan perjanjian sebagai relawan (volunteer), dibekali rumus reportase dan Press Card (Kartu Pers).

Sungguh saya senang bukan kepalang. Langsung telepon ibu di rumah, bahwa saya adalah wartawan, dengan pede-nya.Pokonya, status kungyan sudah saya ‘cover’ menjadi wartawan! Ini mimpi, tapi mimpi yang menjadi pintu ke dunia lain yang lebih bermanfaat. Semoga!

Berbekal Kartu Pers itu, saya menjalankan tugas jika libur. Banyak sekali peristiwa yang membuat saya lebih mengerti tentang kepekaan sosial, serta berkah ilmu yang bisa saya ambil setiap meliput acara atau kejadian. Meskipun kendala dan tantangan banyak saya rasakan, karena saya masih orang baru.

“Mbak dari mana ya? Oh apa itu web DDHK News mba ..?” Itu pertanyaan mayoritas narasumber saya dulu.
“Dari web DDHK News..ya Mbak, Mbak Anita ‘kan? Monggo pinarak Mbak..” Itu sambutan mereka sekarang. Alhamdulliah, sudah banyak yang kenal.

Perjuangan memang butuh waktu dan jangan sedih jika kita tidak dianggap berpotensi, karena waktu dan tindakan kita yang akan mengubah persepsi orang tersebut. Yakinlah!

ADA tiga pengalaman paling berkesan selama menjadi reporter web DD yang saya akan ingat hingga di kemudian hari, yaitu saat meliput kawan BMI yang sakit kanker, wawancara di Masjid TST, dan meliput Hong Kong Book Fair 2011.

Saat membuat laporan dan wawancara dengan Mbak yang kebetulan dapat biaya bantuan dari DD dalam pengobatan kankernya, saya nangis ingat masa lalu. Dulu saya sempat terkena penyakit itu. Betapa saya merasa Allah itu jahat sekali, sudah saya miskin, kenapa harus kena penyakit itu. Padahal, cita-cita saya tinggi ingin jadi guru atau dokter, bukan pasien.
Setidaknya saya ingin sehat, kerja, dan mengubah kehidupan orangtua saya. Tapi, Allah itu Mahatahu jalan mana yang terbaik untuk hamba-Nya, agar jadi insan berkualitas.
Allah Swt menujukan peta (Al-Qur’an) untuk menuju ke tempat yang lebih baik yaitu surga. Jalanya lewat kesabaran, kemudian hidayah dan keimanan serta ketakwaan dan mencintai Allah serta Rasul-nya lebih dari apa pun.
Semua yang kita rasakan, semua yang kita temui di dunia ini, hanya perantara-Nya. Bisa lewat orang yang kita sayangi, hal yang kita sukai, atau peristiwa yang menyakitkan. Dengan mengembalikan semua itu pada Allah Swt, maka kita sudah berusaha menjadi hamba yang baik. Jangan berhenti untuk berusaha baik, sebelum satu dari kaki kita masuk ke pintu surga (itu sedikit pesan moral yang masih saya ingat dari Pak Ghofur).

Ketika saya masuk ke ruang shelter (Istoqomah/AIMS-Jordan) sambil membawa oleh-oleh alakadarnya (kata ibu saya, kalau menjenguk orang sakit harus bawa makanan, mitosnya biar cepat sembuh, dulu saya tidak percaya, tapi dipraktikkan juga akhirnya), ibu dua anak yang sudah janda itu duduk lemas, dibantu panitia shelter duduk di ranjang kecil, dengan wajah pucat pasi dia melemparkan senyum sederhana.
Saya sudah tidak tahan merasakan mata yang mulai mendidih, ingin mengeluarkan cairan hangatnya airmata. Padahal, belum tahu kisah dia seperti apa. Dia mulai bercerita tentang awal mula terkena musibah sakit itu, saat dia baru habis potongan gaji. Ah, sedih saja pokoknya.

Hanya beda posisi, dulu saya sedih karena belum bisa senangkan orangtua, dan dia sedih justru karena kedua anaknya. Naluri kami bersambut, lalu dia matikan semua kalimat yang dari tadi lancar mengalir, mulutnya terkunci rapat sekali. Dengan gerakan refleks saya peluk dia, lalu kami menangis. Saya coba berikan motivasi semampunya, pasti ada hikmah dari semua cobaan hidup.

“Pasti anak ibu nanti jadi orang hebat, ibu jangan putus asa ya… tetap dekatkan diri pada Allah Swt, saya do’akan ibu lekas sembuh, do’a saya ini tulus banget,” ujarku, sambil mempererat pelukan. Dia menangis semakin keras, seakan saya ini tiang yang kuat untuk bersandar, setidaknya pada saat itu mungkin.

Seusai menjenguk, saya semakin sadar harus banyak bersyukur. Allah memberikan kemudahan rezeki di HK ini bagi sebagian saja, masih ada kawan BMI yang berada dalam ujian. Jika kita sakit di rumah, setidaknya ada keluarga yang mengurus penuh kasih sayang. Tapi di HK, hanya Allah pelindung mereka. Kata Ustadz Liong Man, ”Bersyukur Mbak-Mbak yang kerja, meski majikan suka ceramah, tetap sabar dan semangat, lihat kawan kita di shelter yang diuji lebih berat, gunakan waktu libur untuk hal yang baik!”

Batin saya masih terbawa keharuan. Sambil menelpon kakak perempuan yang biasa saya panggil a-ang (Mbak/Bahasa Cirebon), saya nangis lagi, sampai orang dalam MTR melirik heran. Meski kakak saya ini jutek dan galak, tapi tak urung juga khawatir mendengar suara isak saya waktu itu.

“Kunaon maneh ogin, kunaon ceurik? (kenapa kamu cengeng, kenapa nangis),” ujarnya. “Dasar, katanya wartawan.. maenya ceurik (masa nangis),” lanjutnya, setelah saya jelaskan peristiwa tadi.

Sejak saat itu, jika saya meliput ke Masjid TST, selalu ada yang peluk saya, entah itu panitia shelter yang melihat atau kenal saya waktu jenguk, atau mereka perwakilan Tuhan atas pelukan tulus yang saya berikan. Yang jelas bukan Teletubies!

Pengalaman kedua, saat wawancara dengan pengurus Masjid Tsim Sha Tsui. Rencananya, saya ingin menulis artikel tentang ’history’ masjid tersebut, 70% bahan tulisan sudah saya susun lewat observasi sendiri ke lokasi. Selebihnya tinggal wawancara pengurus masjid.
Kebetulan ada aktivis yang juga kawan BMI, Mbak Siti namanya, yang sudah kenal dengan manajer masjid yang akrab disapa “Brother Haq”. Dalam hal ini saya diuji dengan kesabaran, bahwa tidak semua yang kita inginkan bisa kita lakukan.
Brother Haq baru masuk kantor sekitar jam 11 siang. Setelah menunggu lama, Mbak Siti mengantarkan saya ke kantor dia yang ada di lantai dasar masjid. Rupanya bukan cuma saya yang berkepentingan, ada tiga orang berada di dalam. Satu warga Prancis yang sedang konsul tentang Al-Qur’an, kedua orang HK yang nampaknya ingin membeli kaligrafi, ketiga cowok Pakistan, dan keempat saya.
Setelah satu per satu selesai, kini giliran cowok Pakistan itu, nampaknya dia “disidang” oleh Brother Haq, karena sudah tidur di masjid tanpa izin, mungkin dia bukan relawan masjid atau entah apa masalahnya.

“Ada brother yang berjenggot itu bilang saya boleh tidur di sini,” ujar si cowok Pakistan.
“Semua brother di sini itu berjenggot, termasuk aku dan kamu bukan? Siapa yang member izin kamu tidur di sini?“ ujar Brother Haq.
“Ya.. brother berjenggot itu…” jawab si cowok Pakistan tak mau kalah, dan ini berlanjut hingga waktu sholat dzuhur tiba. Alhasil, saya tidak punya banyak waktu wawancara karena konflik perdebatan “Mr. Jenggot” itu.
Selain itu, nampaknya pengurus masjid memperketat peraturan, meskipun saya sudah menjelaskan dari website Muslim BMI, dia bilang, saya sejawat dengan reporter ‘South China Morning Post’ yang datang dua hari sebelumnya. Artinya, saya harus juga punya surat izin dari kantor DD untuk wawancara. Mungkin karena pandangan Islam di mata dunia terusak oleh isu terorisme, termasuk di Cina. Oleh sebab itu, sebagai pengurus, dia harus hati-hati .Entahlah, yang jelas hari itu saya lapar dan gatot (gagal total).

Kejadian berikutnya, yaitu saat ketidaksengajaan saya meliput HK Book Fair 2011. Beserta keluarga si bos, saya pergi ke Wan Chai HK Exibition and Convention Center, lokasi HK-Book Fair itu digelar.
Kata si bos, itu hari kedua terakhir pameran. Saya “cuek” saja, merasa tidak minat beli. Mereka mengizinkan saya berkeliling, tapi harus bertemu di tempat saat kami berpisah tadi.
Singkatnya, saya melihat gambar kaligrafi dan buku dengan corak Islam setelah mengitari hampir satu ruangan. Sambil diliputi rasa penasaran, saya masuk dan bertanya pada pelayan yang ternyata para relawan ICA HK (Islam Community Assosiation) dan SIT HK (Serving Islam Team). Mereka ramah sekali. “Naluri wartawan” saya menuntut untuk bertanya lebih jauh. Karena merasa bukan ketua koordinator, pelayan berjilbab tadi (wanita Muslim Cina) memanggil ketuanya, wajahnya mirip Maher Zain!
Saya malu, dengan penampilan seragam ’as kungyan’, sendal jepit, kaos oblong, dan celana jeans. Tidak ada intsing bakal ketemu narasumber. Mau lari saja rasanya, tapi wajah tampan dan ramah itu malah memulai komunikasi lebih dulu. Postur tubuh saya hanya sedada dia. Kebayang ‘kan ? Udah kecil, culun lagi!

“May I help you sister, don’t be shy… as Muslim we are brother right? (Ada yang bisa saya bantu dik, jangan malu.. sebagai Muslim bukanlah kita saudara?” ujarnya, ramah sekali!

Akhirnya saya beranikan, menyusun pertanyaan untuk laporan stand buku Islam, ikut berpartisipasi dalam HK Book Fair 2011. Dia menjawab pertanyaan itu dengan sabar, bahkan nunduk, karena kasihan mungkin lihat saya ’cangkeul’ (pegel) pegang HP saat merekam wawancara.

Kesimpulannya, yang dia katakana itu betul. Sebagai Muslim, kita adalah saudara. Lebih dari itu, dengan bekal Kartu Pers, saya bisa punya banyak pengalaman. Ternyata jadi reporter itu dihargai orang, pastinya orang yang tahu bahwa informasi itu milik publik, hak setiap orang.

Masih banyak lagi kejadian lainnya. Semoga bisa jadi hal kecil yang memberi pengaruh besar dalam hidup saya kelak. Amin….!

Tulisan ini saya dedikasikan untuk ibu dan bapak saya terkasih. Semoga tidak menyesal telah membesarkan saya dan kita bisa segera berkumpul dengan situasi yang lebih berkah.
Untuk Ustadz Ghofur dan staf DDHK yang secara tidak langsung menginspirasi arah hidup saya ke jalan yang lebih baik. Untuk Mbak Umi Amaniah dan Mbak Yuni Sandriya yang sudah menjadi senior yang baik buat saya meski jarang bertemu.
Untuk kawan sejawat, Tati, Teh Rima, Mbak Lutfi, selamat berjuang, tetap ‘kayao’. Untuk semua kawan BMI lainya, silakan ikuti traning DD jika diadakan, karena pasti bermanfaat.
Untuk semua oraganisasi BMI yang kenal maupun tidak, tetap satukan tujuan dakwah, bukan dari seberapa banyak mengundang ustadz, tapi seberapa tulus hasrat dan niat kita berdakwah, bukan?

Terakhir dan paling dalam, saya dedikasikan tulisan ini beserta maaf dan jutaan rasa terima kasih untuk editor, guru, kakak, selaligus ’best friend’ saat saya ‘down’, Kang Romel. Hatur nuhun buat kesempatan dan bimbingannya. Semoga ini menjadi amal Kanda menuju pintu surga kelak. Amin…! ‘You’re nothing but everything for me’. (Anita Sri Rahayu/ddhongkong.org).*

Kisahku(web DDHK)2

anita kejoraOleh Anita Sri Rahayu
Kita boleh saja lupa dengan yang telah terucap dari kedua bibir kita atau dari hati. Meskipun orang yang kita tuju dengan janji itu tak pernah tahu, tak pernah menagih, tapi tidak demikian dengan Tuhan. Dia Maha Mendengar, Mahatahu perbuatan hamba-Nya. Bagi-Nya tidak ada beda janji itu diucapkan secara keras, pelan, atau hanya terlintas di hati. Janji itu wajib dilaksanakan.

Perempuan pada dasarnya adalah mahluk lemah. Setegar apa pun dia, pasti membutuhkan naungan lelaki sebagai pemimpin, pembimbing yang penuh kasih sayang. Perempuan akan senang menjadi perhiasan yang dijaga, dirawat, dan dihargai.

Menurutku, itu sederetan alasan yang tidak munafik, kenapa perempuan yang normal ingin menikah, termasuk aku. Apa hubungan semua ini dengan janji bagiku?

Tentu ada hubungannya. Ini dia kisahku. Kisah talikasih yang terputus karena janjiku, mungkin.
Kejadian ini aku alami dalam masa kontrak kerjaku yang kedua sebagai Buruh Migran Indonesia Hong Kong (BMI HK). Di perumahan elite “Beverly Hills” Causeway Bay, jantung kota negeri beton, sekitar tahun 2009.
Tak seperti yang tertera pada kontrak kerja, aku hanya ditugaskan melakukan pekerjaan rumah. Tapi ternyata aku harus menjadi koki mahir bagi keluarga bosku ini,  “plus” harus juga menjenguk nenek sambil masak makanan untuknya.

Kenapa aku bilang koki mahir? Karena bosku itu suka ta majong (main mahjong/judi) di rumahnya. Sering ia mengundang tamu, kawan sekantor atau saudaranya, untuk main mahjong dan tentunya makan-makan. Semua menunya aku yang harus menyiapkan. Rasanya kaki, tangan, dan otakku itu tak pernah bersitirahat, dari jam 6 pagi hingga jam 2 malam. Terkadang aku tidur sambil merintih saking capeknya mungkin. Tapi aku selalu merasa Allah Swt bersamaku dalam kesulitan hidup yang aku hadapi.

Dalam situasi yang berat ini, Tuhan hadirkan seseorang yang sangat baik dan selalu memberikan “support” padaku –sebut saja pacar. Meskipun pada akhirnya, aku tahu dia hanya perantara Allah untuk mengujiku agar lebih baik dan ingat akan janjiku.

Dia setia dan mengerti keadaanku. Perhatian, meski hanya lewat telepon. Ini jadi enegri bagiku. Aku merasa ada yang perduli dengan rasa letihku bekerja.

Singkat cerita, kami sepakat menikah setelah habis masa kontrak kerjaku tahun 2010. Hari yang berat tak aku hiraukan lagi. Aku lewati penuh semangat. Bahkan, hari libur saja aku gunakan untuk melanjutkan sekolah paket C (SMA) dan kursus komputer di YMCA HK.

Aku merasa Allah sangat baik, sudah mempertemukan aku dengan pacaku itu, sehingga aku harus menjadi wanita dewasa yang pantas menerima kebaikan Tuhan itu. Aku isi hari dengan do’a dan kerja keras.
Tapi, apakah jika kita sudah berusaha baik, kemudian Allah tidak menguji? Tidak. Manusia akan diuji agar menjadi insan yang lebih baik. Itu menurutku. Saat telah mengalami pukulan berat putusnya hubungan dengan pacarku. Dia menikah dengan perempuan lain.

Kabar itu aku dengar dari saudaranya, tepat saat hari ulang tahunku yang ke-24. Itu kado yang paling berharga dalam hidupku. Kado yang membuatku sadar akan janjiku pada Tuhan.
Meski sebelum menyadari itu semua, aku sempat bertanya pada Tuhan, kenapa harus sekarang? Saat aku sudah hampir lulus SMA dan wisuda di YMCA? Kenapa dia pergi saat aku selesai melewati hari yang berat. Kurang baik? Atau apa salahku?

Setelah bersujud di sepertiga malam, air mataku tak juga menjawab deretan pertanyaan itu. Akhirnya aku bersandar pada dinding kamarku yang sempit, hanya pas untuk badan, mirip ukuran kuburan.
Ya… Robb, jika mati saja nanti aku sendiri. Aku takkan sedih lagi kehilangan dia, tapi berikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaanku, Tuhan.

Kemudian aku teringat saat rasa sakit di tubuhku tahun 2006 silam. Teringat benjolan di paha kiriku yang membuat kondisi kesehatanku memburuk, bahkan beratku tak lebih bari 37 kg.
Lalu teringat wajah sedih ibuku, sorotan lampu empat penjuru di ruang operasi RS Arjawinangun Cirebon. Semua bayangan mengerikan semakin menambah air mataku tumpah. Janjiku pada Tuhan saat aku merasa maut sudah di sisi kiri dan kananku. Janjiku pada Tuhan yang aku ucapkan lirih sekali dalam hati. Janjiku pada Tuhan yang telah menyembuhkan kanker itu.

Aku dibantu suster untuk ganti baju operasi warna hijau muda. Terkulai lemah, sesaat setelah ibuku yang aku sayangi, yang tak tahu membaca isi tulisan surat perjanjian dari petugas rumah sakit. Ibuku yang aku muliakan setelah Tuhan dan Rasul-Nya. Ibuku yang jadi spirit dalam hidupku itu menggunakan cap jempol pada surat perjanjian opersiku, hidup dan matiku.

Ibuku yang hanya bisa menemaniku hingga ke pitu ruang operasi, kemudian aku bertemu dokter beserta stafnya. Semua berseragam hijau muda, sama seperti baju operasi yang aku kenakan.
Aku berada di atas ranjang, di bawah lampu yang menyilaukan, di antara dering suara benda tajam, gunting, cepitan, dan entah apalagi. Tabung oksigen dengan selang sekarang ada di mulut serta dihungku. Ada hawa dingin yang aku hirup, tapi aku masih sadar. Bahkan, hinggga suntikan bius yang ketiga kali di selang itu.
Hatiku lirih, berkata, Tuhan.. andai Kau panjangkan usiaku, aku akan bahagiakan ibuku dan mengabulkan keinginannya naik unta di depan rumah-Mu, Baitullah.

Kemudian aku merasa sangat sepi, ada di padang jingga yang sunyi. Aku duduk tanpa suara, seakan menunggu jemputan yang tak kunjung datang. Lalu ada rasa perih di kaki kiriku, lalu aku dengar suara ibuku ”nyebut.. Nok, sadar Nok… istighfar, Astagfirullahal ‘azhiiiim…!”

Tuhan berikan aku umur panjang untuk memenuhi janjiku itu. Janji keberangkatan ibuku naik haji. Setelah jutaan liku, aku bisa berada di HK mencari uang yang halal. Setelah membiayai adik sekolah, memperbaiki rumah, akhirnya ada pacarku yang telah menikah itu.

Sungguh aku lupa akan janjiku pada Allah. Aku hentikan tangisanku, sedih dan merasa kehilangan memang. Tapi Allah membuat hatiku lebih terbuka.
Allhamdulillah, aku sudah menepati janjiku pada Tuhan. November tahun 2011 lalu, ibuku sudah menunaikan ibadah haji.

“Makasih ya Nit air zam-zamnya, kenapa cepat sekali ibumu bisa berangkat? Padahal, banyak lho yang tidak kebagian kusri, bukan karena mereka ‘ga punya uang,” ujar salah satu kawanku.
“Iya, alhamdullah.. padahal dana ibuku aku bayar nyicil, Allah pasti ikut andil,” jawabku, penuh rasa syukur.

Itulah secarik kisah kasihku kawan. Jangan merasa tersakiti jika diuji. Pasti maksud Allah Swt baik pada kita. Jangan takut tidak kebagian jodoh, karena firman-Nya sudah menjamin kita hidup berpasang-pasangan, bukan?

Yang lebih penting, jangan mengumbar janji jika tidak terpaksa. Karena janji adalah utang. Utang itu harus di bayar, meski sudah di alam akhirat. Wallahu a’lam. (Anita Sri Rahayu/ddhongkong.org).*

Kisahku(Web DDHK)

anita sri rahayuOleh Anita Sri Rahayu
Jika menunggu sampai ada kesempatan, maka nyaris enam tahun aku tidak akan pernah bisa sholat. Padahal, sholat adalah tiang agama. Bukan kebiasaan atau hobi yang boleh aku tinggalkan dan lakukan semaunya. Bukan ingin ceramah, tapi semoga ceritaku ini bisa jadi jendela pembuka, terutama bagi kawan seperjuangan yang kini berada di negara non-Muslim (BMI Hong Kong).

Aku bekerja sebagai buruh migran sektor rumah tangga. Tahun 2006 aku sudah berada Hong Kong (HK). HK itu surga kebebasan berada. Itu kata orang. Buatku tidak demikian, namun lebih terasa perjuangannya, terutama untuk beribadah. Jika di Indonesia sholat bisa aku lakukan dengan nyaman, bisa tepat waktu. Tapi di HK berbeda.

 Semoga Allah Swt yang Mahatahu dan Maha Pengasih menerima sholatku yang tak sempurna.

Aku bekerja di rumah keluarga Tang. Mereka adalah umat Kristiani yang taat. Hanya ada bos perempuan (mom) dan bos laki-laki (sir), serta satu anak perempuan umur 5 tahun yang biasa aku panggil Heyan.
Kedua bosku bekerja di kantor. Mereka berangkat pagi dan pulang malam. Maka seluruh urusan rumah dan kegiatan anak mereka, aku yang bertanggungjawab. Dulu terasa berat, tapi sekarang aku anggap job ini sebagai latihan sebelum benar-benar jadi ibu rumah tangga kelak.

Hari demi hari berlalu terasa cepat, mungkin karena pekerjaan yang terlalu banyak. Sejak pagi, aku mengatar Heyan ke sekolah, lalu belanja, mengurus rumah, hingga jam 11 siang. Setelah itu aku harus sudah siap-siap pergi ke rumah nenek yang letaknya tak jauh dari sekolah Heyan. Kami biasa makan siang di sana. Kemudian mengatar les. Itu aku lakukan dari Senin hingga Sabtu. Minggu hari liburku.

Dengan segala kesibukan yang rasanya tak henti, meskipun bosku baik, tak pernah marah, tapi semua pekerjaan mereka percayakan padaku. Apa yang harus aku lakukan adalah memanfaatkan kepercayaan mereka itu. Bagaimana agar bisa profesional, artinya kerja tanpa pengawasan, tapi berdasarkan tanggung jawab. Dengan demikian, aku tidak akan mendapat komplain jika melakukan ibadah. Mereka tidak memberikan larangan untuk ibadah. Termasuk jika di rumah nenek.

Teringat akan pesan dari Ibu Mia, salah-satu aktivis BMI KOMI (Komunitas Migran Indonesia), majikan marah pasti ada sebab, yaitu kekurangan kita. Jika kita pandai, mereka pasti menghargai. Itu benar, aku rasa.
Ibu Mia juga berkata, sebagai pendatang kita bukan hanya harus pandai kerja, tapi juga mempelajari budaya atau kebiasaan mereka (orang HK). Misalnya, bagi mereka warna putih itu adalah lambang kesedihan (orang mati), sebaliknya bagi kita itu lambang kesucian. Di mana bumi kupijak, di situ langit kujunjung, itu kalau kata pribahasanya. Selagi tidak musyrik, kenapa tidak aku coba?

Hal ini berkaitan dengan warna mukena yang mayoritas putih. Aku khawatir jika nenek melihatnya akan takut. Akhirnya aku putuskan menggunakan warna cokelat muda, dari bahan tisu yang mudah kering jika dicuci dan tidak berat saat aku bawa keluar. Karena 80% tugas menjaga anak pasti berada di luar rumah.

Saat belum terbiasa, memang ada perasaan takut. Takut ketahuan si bos. Meskipun aku yakin mereka tidak akan marah. Tapi aku lebih takut pada Tuhan. Akhirnya, aku biasakan menutup pintu saat sholat. Kemudia suatu hari, bosku ingin mengambil baju ganti untuk Heyan, saat aku sedang sujud. Alhamdulillah, mereka tidak marah dan selalu melarang Heyan masuk kamar jika kututup pintu. Mereka tahu aku sedang sholat.
Namanya anak kecil, lebih hidup nalurinya ketimbang logikanya. Hari itu, pekerjaanku sudah selesai. Tapi Heyan belum tidur. Dia main dengan orang tuanya. Lalu aku masuk kamar untuk sholat Isya.Baru saja satu rakaat, Heyan masuk dengan mukanya yang lugu.

“Cece (kaka/Mba) ngo siong dung lei wan…( aku mau main sama kamu),” ujarnya, sambil menatap tegap kearah mukaku dan mulutku yang sedang komat-kamit membaca Al-Fatihah.
Aku lanjutkan rukuk, sujud… berusaha untuk khusyu’, tapi ekor mataku tetap bisa melihat Heyan yang mengikuti gerakan sholatku. Sambil sesekali menengokan kepalanya padaku.

Ya Robb… tak tahan menahan tawa. Akhirnya aku selesai sholat. Bersama Heyan di sampingku. Kami belum bertegus sapa, karena aku pejamkan mata dan berdo’a, mengucap syukur pada Tuhan yang Mahabaik padaku.

Saat aku buka mata, Heyan sudah tidak ada di sampingku lagi. Hanya suaranya saja aku dengar bercakap-cakap dengan ayahnya, bosku.

“Dausin lei hoi pina? (tadi kamu kemana),” tanya Mom pada Heyan.
“Ngo dausin dung cece co wantung… (Aku tadi sama cece olahraga),” jawab Heyan, lugu dan lucu. Sholatku dia anggap olahraga!

Sejak itu jika ingin sholat, aku harus bicara padanya bahwa aku ingin olah raga. Agar dia tak menggangguku lagi. (Anita Sri Rahayu/ddhongkong.org).*

Wednesday, March 21, 2012

Transportasi di Hong Kong


Transportasi di Hong Kong

Hong Kong (HK)merupakan pusat transportasi penting di Asia Tenggara.Negara yang mudah dilalui dengan pilihan alat transportasi.Ada tiga departemen pemerintahan yang bertanggungjawab untuk transportasi udara,darat dan laut.

Departemen Penerbangan/Civil Aviation Department(CAD)

CAD bertugas untuk menyediakan HK dengan sistem keamanan dan efisien penerbangan.Tugasnya yaitu menjamin efisiensi dan standar maksimal dalam keamanan menejemen sistem lalu-lintas udara.Kecelakaan lalu-lintas udara akan membawa malapetaka besar.Dengan kesadaran  itu CAD bertugas untuk membangun keselamatan,perawatan dan cara terbaik mengatur arus lalu-lintas melalui  informasi penerbangan di wilayah HK.Airport HK pertama dibangun sekitar tahun 1925 dengan nama Kai Tak Airport di daerah Kowloon-side HK,kemudian sekarang pindah ke daerah  Lantau Island dengan nama Chek Lap Kok Airport-HK,sesuai dengan nama pulau yang telah di jadikan airport tersebut.Namun demikian ada sebagian aktifis mahasiswa Hong Kong University(HKU) yang mengusulkan agar nama tersebut diganti dengan nama bapak pahlawan HK yaitu Dr.Sun Yat Sen,tapi masih belum terealisasikan.

Dalam tahun 2010 sekitar 153.277 penerbangan mendarat di HK,dimana sekitar 153.257 penerbangan ‘take off’dari HK.Tahun 2011 ada beberapa kecelakaan kecil di penerbangan  HK yang tidak diumumkan.CAD sekarang ini menijau ulang tentang mekanisme pengumuman/berita tentang kecelakaan dalam penerbangan.CAD menyatakan akan mengajukan usul sistem pemberitahuan kecelakaan,penyebab dan penyelesainya.CAD masih mendiskusikan itu dengan sektor industi penerbangan yang lainnya.Beberapa dari lembaga tersebut mengkhawatirkan laporan/pengumuman kecelakan itu akan merusak reputasi perusahaan penerbangan.Untuk itu,sistem yang baru tidak akan mencantumkan  nama perusahaaan penerbangan terkait.Bagaimanapun,para ahli berkeyakinan  nama itu harus diberitahukan untuk meningkatkan transparansi dan fasilitas ‘pulic monitoring’.

Departemen Jalur Darat/Highways Departement(HD)

HK dikenal dengan kesibukan  arus lau-lintas daratnya.HD bertujuan untuk mengembangkan dan mengatur arus jalan HK termasuk rencana pelaksananan pembangunan ‘railways’/kereta sesuai dengan standar kelas dunia.Dimana juga diharapkan bisa mempertinggi kemakmuran negara dalam waktu yang panjang dan memajukan standar hidup.HD bekerja sesuai  ketentuan pembangunan yang telah direncanakan pemerintah HK, mengikiuti kebutuhan penduduk dan kebutuhan transportasi.HD juga dilengkapi dengan kualitsa teknik pendukung untuk rencana,design,konstruksi dan pembangunan’network’jalan.

Salah-satunya sekarang pembangunan Hong Kong-Zhuhai-Macau Bridge(The HKZM Bridge).Rencananya,jembatan ini bisa beroprasi sekitar tahun 2016,dan kemacetan harian sekitar9.200-14.000 kendaraan bisa diantisipasi.Pembangunannya sudah dimuali sejak Desember 2011.
Adapun jenis kendaran darat HK diantanya kereta,bus,mini bus/sejenis angot,taxi motor dan tram/mobil listrik atau sering disebut teng-teng dalam bahasa kantonis disebut tin che.Untuk kereta jalur luar KCR(Kowloon Canton Railway)beroprasi di sebagian besar daerah New Teritorries(NT)dan berakhir di perbatasan wilayah Kowloon-side.Sekarang penumpang tidak perlu keluar stasiun kereta untuk menuju HK-side,cukup ganti kereta bawah tanah/MTR(Mass Train Railway) dari Kowloon Tong stasiun.Jenis bus (pasi b.kantonis)pada umumnya seperti di Singapura,ada yang satu lantai ada juga’ double deck’ dengan berbagai pilihan sesuai dengan daerah tujuan.Untuk mini bus/angkot atau biasa dipanggil siu pa  ada warna hijau dan merah,tapi mayoritas berwarna hijau di dareah NT.Sedangkan motor,tidak beda jauh dengan Indonesia bedanya ada box dibelakangnya,mungkin sejenis mini bagasi.Lalu tram/tin che hanya ada di HK-side,beroprasi dari Sheung Wan District hingga Nort Point District,ini alat transport termurah di HK,sekitar$ 2.30 Cent  untuk satu kali naik baik itu jauh atau dekat.

Departemen Kelautan/Marine Department(MD)

Victoria Harbour/pelabuhan Victoria adalah satu aset terpenting HK,dan memiliki peran penting dalam kemajuan transportasi laut HK.MD bertugas mempromosikan pelayanan sarana laut yang terbaik.Tujuan utamanya yaitu memberikan keamanan pada masyarakat yang menggunakan transportasi laut.Para ahli mencurahkan pengetahuan dan profesioanalisme mereka untuk memberikan perlindungan pada pekerja dan penumpang kapal laut/ferry.Jika ada kecelakaan terjadi dalam transportasi laut,maka MD ini bertanggungjawab atas pencarian dan penyelamatan korban.MD merespon secara langsung untuk semua masalah kelautan HK yang mereka terima dari coordinator pusat.

Ferry /perahu ferry adalah alat transportasi laut yang sangat penting bagi masyarakat HK.Untuk hal ini MD bekerjasama dengan pihak imigrasi/Immigration Department(ID)dan perusahaan ferry untuk memastikan efisiensi dan keselamatan oprasional perahu/ferry.MD juga mengurus kecelakaan tumpahnya minyak di pelabuhan HK,dan dilengkapi servis yang efektif untuk pemungutan sampah dari kapal lokal.
Organisme laut sangat penting untuk ekosistem,pihak MD memastikan pelabuhan HK ramah lingkungan.Untuk pelabuhan ferry ,bisa ditemukan di daerah Kowloon Side-Tsim Sha Tsui yang menghubungkan ke wilayah’ HK-side district’seperti Central,Wan Chai,Sheung Wan.Juga wilayah ‘mainland’seperti Macau.Sarana ini juga menjadi pilihan alternatif yang murah dibanding menggunakan MTR.

Luas negara Hong Kong hanya seperti Jakarta,bahkan kurang mungkin.Tapi berkat mekanisme transportasi yang canggih dan efisien,kemacetan bisa teratasi.Meskipun semua sarana transportsai HK akan sesak/padat pada hari libur dan jam pulang/berangkat kantor.


Wednesday, March 7, 2012

Telat Nikah,Pengaruh Jaman ?

Matahari lumayan cerah,hangatkan tubuhku yang baru saja keluar rumah untuk menghabiskan hari liburku.Sesekali memang harus memanjakan diri,agar hidup itu nyaman dan santai.Selagi tidak mengganggu kepentingan orang lain,cuek itu syah-syah saja.Setelah puasa jajan selama 4 minggu,hari ini aku bisa ke ZARA untuk beli baju warna cokelat muda yang sudah kuincar dari bulan lalu.Yah hidup di perantauan memang harus pintar atur uang,setidaknya aku harus demikian.Agar bisa membantu keluarga dan menyisihkan sedikit untuk masadepan.

Lengkap dengan jilbab hijau,celana jeans dan kaos oblong putih tulang aku menyebrang jalan On King Street,menuju Shatin Plaza.Hanya butuh 10 menit dari tempat kerjaku.Kebetulan di sana ada perpustakaan juga,serta lapangan rumput untuk sekedar menunaikan sholat karena mushola hanya ada di Tai Po,atau Tsim Sha Tsui  sana.Lumayan jauh,dan hari ini aku lagi ingin istirahat total.

HP bunyi,dan kulihat nomor kawan lamaku,Tia.
"Nit,aku main ke situ"
"Hai..okey,aku tunggu di Snoopy Land yah,depan ZARA tau?"
"Oh..tau-tau,kamu mau aku blikan jiongfen ga ?(semacam makanan ringan dari terigu)
"Ih..masih ingat aja kesukaanku,sip lah..coi kin (sampai jumpa)"

Senang rasanya jika bisa memiliki apa yang kita inginkan,sayangnya tidak semua keinginan bisa kita miliki.Tuhan tahu apa yang kita butuh,namun  kadang tak memberi apa yang kita mau.Untuk hari ini aku cukup senang,bisa membeli baju ini.Yang ku suka,yang ku mau.

Selang 15 menit kawanku Tia datang,dengan mba Iyah.Walau baru ketemu,kami langsung ngerumpi saja.Meskipun aku tahu,ini hanya cara kami membunuh waktu,membunuh jemu,membunuh kesedihan yang terlalu banyak,terlalu mengakar.

Kami duduk di bawah pohon,tepatnya dekat toilet Shatin Park.Karena aku bisa mudah ambil wudhu jika waktu sholat tiba.Tempat bukan masalah,dimanapun itu suci kan ? Asal tidak di dalam toilet saja, juga kadang aku numpang sholat di atas kardus bekas yang menjadi tempat duduk teman dari Pilipina,di bawah Shatin Library.Itu jika hujan,karena di situ tidak terkena guyuran hujan,meski harus sholat diantara mereka hehehe,main judi kartu  >.<  Pas ucap salam ke kanan,mereka menjawab "Oh...Lord..i got king,yeaah..i win..i win !" dan aku ucap salam ke kiri ,mereka jawab "What the hell..aarrrrggg"

Sudah biasa dan memang begini,berada di negara non muslim.Beribadah itu perjuangan banget.Harus berfikiran luas,dan terbuka tapi jangan sampai terbawa ke jalan negatif.Semakin kuat tarikan,semakin kuat gesekan.Aku hadapi saja dengan lentur,tapi terarah.Maksudku,istiqomah ^_^

"Narti mulih nduk sesok,mau nikah katanya"ujar mba Iyah
"Lah..masih cilik ko"jawab Tia.

Aku hanya pura-pura sibuk makan jiongfen,jujur saja aku tak begitu suka bahas nikah,ga punya calonnya.Masih rahasia.Hanya mata bulatku saja yang ikut lirik dan kepalaku yang manggut-manggut tanda aku"care"dengan obrolan mereka.

"Kecil ? ya ga..cukuplah udah 24 dia"lanjut mba Iyah
"Kamu kapan Nit..?"Si Tia malah lempar pertanyaan padaku.
"Aku ? lei sin lah,lei cut sai sin mah (kamu duluan lah,kamu kan lahir duluan)"Jawabku penuh canda.
"Hahahaha..."Sisa obrolan itu hanya tawa,tawa penghibur hati yang kosong.

Jika jaman dulu 24 itu sudah termasuk tua(perawan tua)kalau jaman sekarang,wanita umur 30 saja masih santai melajang.Mungkin faktor jodoh,atau jaman aku kurang tahu.Entah...tiba-tiba aku teringat pesan Pak Muhaimin ,jika ada yang bertanya dan sifatnya memojokan Rasul,kita harus bisa menjawab dengan jawaban yang masuk logika,umumnya non muslim itu tidak akan puas dengan jawaban yang terkait hadist atau firman Tuhan.Kita harus bisa memberikan contoh yang lebih realistis bagi mereka.Misalnya,jika ditanya kenapa Rasul menikahi Aisyah pada saat usiaya baru 9 tahun? Jelas ini pertanyaan yang memojokan.Solusinya,jawab saja.

"Silakan Anda tanya pada ibu Anda,usia berapa dia menikah? Lalu tanyakan pada ibunya ibu Anda,lalu tanyakan pada nenek,lalu tanyakan pada ibunya nenek..lalu tanyakan pada neneknya nenek Anda dan seterusnya,hingga pada masa Rasul hidup jika perlu.Nah pada jaman itu,usia 9 tahun lumrah untuk menikah.Asal sudah haid,berarti sudah baligh"

Kesannya jawaban ini sepele,tapi betul sekali.Ibuku saja menikah umur 14 tahun.Aku ? hampir dua kali lipatnya tapi belum bertemu tulang rusuk juga.Mungkin jodoh di tangan Tuhan,liku hidup setiap insan juga berbeda.

Tia melaburkan lamunanku.
"Hey kamu kapan nikah Nit..kamu kan cantik,pinter baik lagi(itu kata Tia loh,bukan aku hikz)"

Aku masih bisu..tapi pelan dan pasti aku jawab,lembut...

"Ini mungkin pengaruh jaman..." Ujarku sambil menghabiskan sisa jiongfen dan menggelindingkan pandangan kedua bola mataku ke vertikal jalan,berkilau garis sinar mentari yang jatuh ba' benang syurga dari celah pohon harapan.Aku masih berharap akan kebaikan Tuhan.


Sibukan,persiapkan diri...hingga pantas Tuhan berikan yang terbaik.
----------------------****-----------------------------------------------------