Dulu, saat aku masih kecil paling tidak suka dengan acara yang bersifat berita atau informatif. Entah itu media audio atau visual, tetap saja aku tidak suka. Hematnya aku lebih senang menyimak acara yang bersifat hiburan.Bahkan rela duduk dihalaman rumah pak RT, sambil di gigitin nyamuk, hanya untuk nonton acara Album Minggu-TVRI hahahaa...waktu itu TV masih jarang yang punya, nah pak RT itu TV-nya pun masih pakai aki/air aki bukan listrik seperti sekarang. Biasanya aku pergi nonton setelah bantu ibu nyuci piring,kadang di anterin bapak sih.Bapak suka jadi komentator kalau ada acara olah raga tinju bersama tetangga lainya sambil makan singkong bakar, wah..seakan hal itu baru kemarin sore aku alami, 20 tahun silam.
Waktu menggilas mimpi,hari berganti begitu cepat. Seakan tak menungguku walau sedetik saja. Karakter seseorang dibentuk dari bagaimana orang tua mereka mendidiknya, serta lingkungan menjadi penentu warna hati kita. Mungkin itu juga yang terjadi padaku. Pada usia yang masih kecil aku harus sudah bisa mengolah hati,setidaknya berprasangka baik pada Tuhan, dengan segala kejadian pahit yang menimpa keluargaku. Orang tuaku yang sederhana selalu mengajarkan aku untuk bersifat dan bertindak jujur. Bahkan ada satu kalimat dari ibu-bapakku yang akan selalu menjadi isi kantong dalam hatiku, bekal hidupku.
"Tuhan sudah menciptakan kamu dengan lengkap, kaki, tangan, dan isi kepalamu itu harus bermanfaat bagi dirimu,orang yang kamu cintai dan sesama. Jujurlah dimanapun kamu berada, itu akan menjadi pelindung dan kekuatanmu, karena sekali kamu berdusta kamu akan melakukan dusta berikutnya untuk menutupi"
Hidup sudah memperlakukanku dengan keras, tapi bapak bilang"Petinju yang hebat pasti akan mendapat pukulan yang lebih keras dan bertubi-tubi, tapi bedanya dia mampu bangkit dan bahkan membalas lawanya dengan pukulan yang mematikan !"Oooh..bapak,akhirnya aku paham komentarmu, 20 tahun yang lalu itu.
Aku harus kehilangan masa manja remaja. Semua berganti perjuangan, mungkin jika aku hidup pada masa jaman kemerdekaan,aku akan bergabung dengan para pahlawan. Tak gentar melawan badai, walau hanya memiliki bambu runcing, karena aku yaki Tuhan bersamaku. Sayangnya sudah tidak ada lagi penjajah, yang ada kesenjangan sosial yang menghimpit sangat. Hingga sulit itu membuatku lapar. Dan aku tak gentar/malu, membawa kangkung heheee...jualan !
Semewah apapun hotel di dunia ini, bagiku rumah sendiri itu yang paling nyaman. Kejadian itu semakin menjadikan aku pribadi yang mudah tersentuh dengan hal yang menimpa orang. Saat rumah kami terkena longsor, tanah, sawah semua lenyap. Tinggal gunukan tanah merah dengan pohon yang terbalik, disisinya dialiri arus air bah yang hitam pekat, rumahku sudah tak kentara lagi. Kawan, aku rasakan dunia semakin diambang malam, hanya ku dengar hembusan nafas kedua orang tuaku saat mereka tidur, itu yang membuatku masih menunggu pagi. Aku harus merubah semua ini, demi mereka.
Banyak hal yang tak bisa aku tuliskan, hanya dengan itulah kini aku yang dulunya suka musik dangdut, sudah tak gentar lagi, bahkan lebih peka pada hiruk-pikuk relaita dunia, bahkan hembusan angin yang pelan sekalipun..aku bisa merasaknya.
Sekitar tahun 2010 aku bertemu seorang jurnalis dari Bandung yang kebetulan memberikan training tentang reporter dan penyiar radio. Aku lebih tertarik untuk menjadi penyiar tentunya,mungkin masih tersisa kebiasaanku nonton Album Minggu-TVRI ku hahaha...
Tapi salah-satu pemandunya bilang aku lebih pantas jadi reporter,lebih berani katanya ! Entahlah, semua ngalir begitu saja. Pertemuan empat kali itu memberikan banyak momen penting buatku, banyak hal yang menarik tentang jurnalistik yang aku dapat, ternyata intinya tentang menulis. Ibarat novel atau karya sastra lainya, tapi aku lebih menyukai jurnalistik. Karena didalamnya tak ada kata kiasan dan pendapat pribadi. Semua harus fakta penuh kejujuran. Aku seperti menemukan duniaku yang dulu kutemukan 20 tahun silam, yaitu kejujuran.
Kembali waktu melindasku dengan kemelut dikanan-kiri,tapi tidak dengan kejujuran yang telah mematri di hati. Sang trainer yang kocak dan baik hati itupun sudah kembali ke tempat dimana dia bertugas. Dia membuat semacam grup terbuka bagi anak didiknya yang ingin mencoba membuat laporan tentang kejadian yang mereka lihat, tentunya dengan bekal ilmu yang sudah dia berikan. Aku sesekali iseng mengirimkan, meski masih harus mendapat editing darinya,tapi ada rasa"happy"jika laporan itu di "publish". Bukan bangga, hanya aku senang bisa menceritakan hal yang benar terjadi,ingat kawan dengan kejujuran semua hal yang buruk akan kalah ! Bahkan negara yang sehat, maju itu, rata-rata yang memiliki idealisme kebebasan PERS !
Hingga suatu hari, awal tahun 2011 dia memberikan aku kartu PERS atau PRESS card,bersama salah satu temanku yang juga ikut training dia kala itu. Tugas ku yaitu memberikan liputan untuk website muslim yang dia oprasikan,inti tujuannya yaitu dakwah. Buat orang lain "It's just nothing" tapi buatku ini hal yang paling membahagiakan, semenjak rumahku kena bencana longsor 20 tahun silam, sepertinya baru hal ini yang membuat senyumku kembali melebar. Seperti tiupan angin segar, ibarat diangkat jadi ketua militer Afganistan yang punya nuklir untuk memusnahkan Israel. Pokoknya hatiku sorak-sorai deh !
Pertama menjalankan tugas, masih kaku dan butuh keberanian. Bahkan tak jarang aku diperlakukan sinis, mungkin karena belum dikenal,tapi aku tak gentar bahkan lebih berani melebihi saat aku berjualan kangkung,enjoy markojoy...maju terus coy !
Yah ini mungkin karma yang menimpaku, hal yang paling tidak aku sukai bahkan aku benci..justru itu yang kini aku lakukan. Tapi tetap aku syukuri,setidaknya hal serupa juga menimpa presenter favoritku-Indi Baren, sebelum dia terkenal sebagai selebritis top,dia harus menjadi penyiar kocak yang dulu dia anggap sebagai profesi orang gila, bicara-tertawa sendiri.Tapi justru itu yang mengantarkanya,menemukan dunianya. Semoga hal yang sama juga aku temukan hikz...berbasic dari keyakinan konyol ini,aku selalu berusaha membenci Jet Lee,bintang film China yang mendapat julukan "Family Man", walau sudah sukses,dia itu sangat setia pada istri dan anaknya. Tidak seperti Jacky Chan yang punya banyak simpanan uang tapi juga simpanan istri,jadi aku benci Jet Lee, agar nanti bisa punya suami berkarakter seperti dia hahahaa..
Baik ini inti dari kisah yang ingin aku ceritakan...
Suatu hari, seperti biasa aku melakukan observasi. Turun lapangan untuk mencari informasi yang bisa aku liput. Kejadian pertama,aku pergi ke pengajian akbar di sebuah masjid. Aku suka dengan situasinya, bayangkan ratusan orang bertafakur mengingat dosa,tangisan penyesalan itu "real"bukan kepalsuan seperti di sinetron. Jamaah yang berebut mengisi kotak amal, melihat ini aku berbisik, thanks..Allah, sepertinya kiamat masih jauh !
Setelah itu HP-ku berdering,kawanku di seberang telepon berteriak"Demo..nit...datang cepat !"
Tanpa fikir panjang, aku menolak halus ajakan panitia pengajian yang menjamuku ramah dengan air putih, kue-kue, pisang yang sebetulnya aku suka. Letih tak kuhiraukan,segera menuju lokalisasi.
Oh God..! baru saja aku berada di kebiruan kedamaian mengingatmu,kini aku berhadapan dengan muka penuh amarah, menyerukan ketidakadilan, berontak serentak, berteriak tak henti ! Walau tanpa balutan anarkisme, tapi sungguh dengan cepat menyuntikan adrenalin di otaku. Yah..ini kebenaran, bagian dari kebenaran adalah harus melawan hal yang tidak sejalan, akupun terbawa situasi, meski tadi sudah mendingin. Itulah jurnalisme, harus jujur dengan apa yang dia lihat, beritakan kejujuran. Apa yang dia lihat,bukan apa yang dia rasa.
Wajahku agak kuyu, aku biasa berpuasa pada hari minggu. Sering kawanku bertanya padaku tentang alasanku menunaikannya. Simple saja kawan, karena aku tidak bisa melakukannya pada hari kamis atau senin, selalu diajak oleh si boss yang non muslim. Dan aku yakin semua hari itu baik di depan Allah, tidak ada hari yang Dia kutuk untuk buruk, kecuali bagi hamba yang durhaka.Setelah numpang sholat di tikar BMI yang sedang libur,ku ambil buku kecil, bentuknya sama kecil seperti buku waktu aku jualan kangkung dulu,ah karma ! Betapa indahnya..ups masih ada satu hal yang aku harus lakukan, kulingkari hal yang sudah tertulis di buku kecil itu 'Nengok BMI yang sakit kanker'.
Ini kejadian yang ketiga, setelah merasakan kedamain berada di rumah Allah, lalu bereriak menggugat keadilah di bawah terik matahari dan debu jalanan,kini aku akan mengakhiri liputanku yang tak kusangaka merukapan kejadian yang membuatku menangis,bahkan saat rumahku kena longsor saja aku tidak menangis histeris ! Kali ini bathinku sungguh sakit.Sebetulnya aku belum pernah ke tempat dimana mba Esih(samaran)itu bernaung. Dari kawan jamaah masjid aku mendengar kabar tentang dia,aku menuju lokasi dengan oleh-oleh seadanya, itu kebiasaan yang diajarkan ibuku dulu. Jika tengok orang sakit harus bawa sesuatu, katanya mitosnya biar cepat sembuh, aku suka memperolok ibu dulu, eh sekarang malah dipraktekin, entak aku ini anak baik atau durhaka.
Tiba di rumah flat yang ramai sekali,aku tak banyak mengira ada orang yang sakit. Sang ketua shelter (begitu panggilan buat penampungan LSM) menjelaskan anggotanya sedang persiapan latihan untuk tablig akbar yang akan mereka gelar minggu depan untuk sekalian menggalang dana bantuan bagi mba Esih. Aku diantarnya ke kamar di sebelah kiri ruangan. Tempat dimana mba Esih istirahat,kami berbincang biasa saja. Tapi semakin serius dan cenderung memilukan,jujur aku dikenal orang sebagai cewek centil gaya bicaranya cerewet dan cepat.Tapi tidak untuk kali ini, aku hanya diam menyimak apa yang dia kisahkan. Nampaknya seperti mendapat sandaran, entah karena mukaku yang jelek dan cenderung menyedihkan ini, mba Esih mengakhiri kisahnya dengan memeluku,sambil menangis. Ya ..Robbana, sungguh selama ini aku sering mengeluh,tapi kini Engkau tampar aku dengan kenyataan yang melebihi apa yang pernah aku alami. Kisah seorang ibu yang sudah di tinggal suaminya, berjuang demi kedua anaknya, namun mengidap kanker payudara dan harus merelakan kehilangan payudaranya saat dioperasi. Kawan,jangan suka mengeluh..kawan banyak hamba yang di uji lebih berat darimu !
Aku sudah tak tahan menahan airmata yang mendidih di mataku, kini deras mengalir di pipiku yang gemuk. Sambil berusaha kutenagkan dia, bahwa Tuhan itu baik dan tidak tidur. Semua kepahitan hidup akan membuat kita lebih berkualitas. Tangisku masih tersedu saat ketua shelter memberiku es teh..mungkin baru kali ini mereka melihat wartawan cengeng !
Pada bulatnya matahari yang menyinari hari, pada runcingnya bintang kecil yang bertahan dikegelapan dan pada bulan yang menjadikan sisi harapan. Aku menikmati hari yang Tuhan berikan padaku kaki, tangan, dan semoga isi kepalaku ini berguna untuk aku,orang yang aku cintai dan sesama. Mungkin tak besar andil seorang jurnalis, lihat mereka sibuk berlari mengejar koruptor yang tak mau diwawancara, lihat..mereka yang melaporkan kejadian di asap kebakaran yang masih mengepul, lihat kaki mereka yang tercelup sebatas lutut saat bencana banjir bahkan suara mereka yang melaporkan keadaan terakhir dari medan perang,itu semua kejujuran, kejujuran dan kejujuran.
Dan tanpa aku sadari aku telah menjadi bagian dari mereka,aku kini dalam dunia yang ku benci dulu.
Karma ini mencabik tubuhku jadi tiga, besok mungkin lebih banyak lagi dan akan selalu mencabiku hingga kejujuran menyelimuti aku di syurga biru.
Dedicated to my lovely editor, thanks...for the chance you have given to me !
Great posting!!! Excellent!!! Keep writing and change the world with words!!!
ReplyDeleteThanks...guru ^_^
ReplyDelete